Monday, April 20, 2015

Social Womanpreneur: Berdayakan Wanita untuk Berdikari

Keterlibatan perempuan dalam berwirausaha menghasilkan berbagai macam pandangan dari berbagai macam kalangan, baik yang pro, maupun yang kontra. Adapun pandangan pihak yang kontra terhadap peran wanita sebagai pengusaha terkadang mengabaikan permasalahan dalam rumah tangganya, selain itu pandangan terhadap wanita yang bekerja dan memiliki penghasilan lebih banyak dari suaminya seringkali menjadi tidak bersifat etis dalam rumahtangganya. Mulai dari kurang menghargai sampai bersikap terlalu dominan terhadap pasangannya. 

Padahal saat ini keikutsertaan peran perempuan dalam berkarir tidak lagi mengedepankan keinginan menjadi super woman yaitu “perempuan yang tanpa bantuan”. Karena ikut sertanya peran perempuan dalam bekerja membutuhkan peranan seorang suami yang selalu mendukungnya, selain itu bukan karena semata-mata permasalahan ekonomi. Manfaat bekerja bagi mereka adalah memberikan kepercayaan diri, menambah pergaulan, dan membuat mereka berdiri di kaki sendiri secara ekonomi.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, terutama sejak terjadinya krisis ekonomi di tahun 1997 perhatian terhadap pemberdayaan perempuan dalam kegiatan berwirausaha pun mulai bermunculan. Perhatian tersebut tidak hanya muncul dari dunia akademisi tetapi juga dari para pengambil kebijakan praktisi, dan lembaga-lembaga masyarakat non pemerintahan. Di pedesaan pun sangat membantu pemerintah dalam menanggulangi masalah kemiskinan. Oleh karena itu Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan suatu mobilitas bagi perempuan dalam mengembangkan usahanya, selain itu UMKM merupakan sebagai tempat pengujian dan pengembangan kemampuan kewirausahaan wanita. 

Dari data diatas menunjukan bahwa jumlah wanita pengusaha di Indonesia, terutama di UMKM mengalami peningkatan sejak tahun 1980-an bersama dengan era pertumbuhan ekonomi tinggi yang mendorong peningkatan pendapatan masyarakat per capital yang pesat. Data kepemilikan UMKM menunjukan secara rinci bahwa sebanyak 44,29% usaha mikro dikelola oleh perempuan, demikian pula di sector usaha kecil sebanyak 10,28% . Sedangkan dalam laporan Mentri Pemberdayaan Perempuan Oktober 2007 dalam dalam Widowati 2012 menyatakan bahwa 60% dari 41 juta pengusaha mikro dan kecil di Indonesia adalah perempuan.

Peningkatan peranan wanita dalam berwirausahan mampu menciptakan sosok Tatiek Kancaniati sebagai social womanpreneur. Tatiek Kancaniati seorang ibu dari tiga orang anak, dan mempunyai seorang suami pegiat pemberdayaan masyarakat juga di Dompet Dhuafa. Kiprahnya di dunia pemberdayaan masyarakat khususnya wanita menjadi passion hidupnya. Tatiek lahir di Bogor, 1 Oktober 1974. Menyelesaikan pendidikan dari Fakultas Komunikasi Penyiaran Islam Syahid, Diploma III Fateta IPB, Akta IV IKIP Jakarta. Seorang social womanpreneur leader yang saat ini bekerja sebagai Trainer Social Entreprenuer Leader dan wiraswata.

Kecintaan Tatiek pada dunia wirausaha merambah ke level yang lebih tinggi setelah dirinya mengikuti studi Social Entrepeneur Leader Dompet Dhuafa pada tahun 2008 silam. Pelatihan selama satu tahun tersebut diakuinya telah membuka pikiran dan mata hatinya untuk menerapkan entrepreneur berbasis pemberdayaan masyarakat dan berkontribusi sosial dalam meningkatkan taraf hidup para kaum dhuafa. Lewat ketekunan dan semangat pengabdian, Tatiek Kancaniati berhasil mengubah wajah kampung yang mulanya mati dari geliat bisnis menjelma sebagai kampung wisata. Berkat kerja kerasnya Desa Tegal Waru kini mampu menyedot pengunjung dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak sekolah, mahasiswa, ibu-ibu PKK, majelis taklim, hingga pebisnis dari seluruh Indonesia.

Sebelumnya, pada tahun 2006, Tatiek telah mendirikan Yayasan Kuntum. Yayasan yang namanya merupakan singkatan dari Kreativitas Usaha Unit Muslimah ini ia buat untuk memberdayakan wanita pedesaan agar wanita mampu berdikari secara ekonomi, tidak melulu menikah di usia muda serta tidak bekerja di garmen dengan upah kecil. Diperkuat dengan pelatihan-pelatihan dan niat yang kuat, yayasan ini berkembang menjadi Kuntum Organizer yang menangani pemberdayaan masyarakat satu desa. Tatiek memberdayakan ekonomi perempuan desanya dengan memberikan berbagai pelatihan keterampilan untuk usaha rumahan sehingga isu pernikahan dini serta putus sekolah bisa terpecahkan.

Tentu langkah yang dilakukan Tatiek tak semudah membalik telapak tangan. Butuh ketekunan, kerja keras, dan semangat pengabdian. Tidak hanya membekali teori, Tatiek ingin menunjukkan langkah konkret. Lewat Yayasan Kuntum (Kreativitas Usaha Unit Muslimah) yang didirikannya tahun 2006. Ia merancang sebuah program yang bisa menginspirasi, sekaligus menjawab kebutuhan masyarakat akan entrepreneur . Langkah-langkah yang dilakukan Tatiek antara lain melakukan pemetaan sosial dan ekonomi beserta masalahnya. Ia bekerja sama dengan kelurahan dan kecamatan untuk menggali data-data tersebut. Selanjutnya, ia mendirikan Koperasi Kampoeng Mandiri.

Mimpi dan harapannya masih besar, ke depan kegiatan yang dirintis ini bisa menjadi model dan ditiru tempat lain sehingga gerakan perekonomian dari desa/kampung tercapai lebih cepat. Lewat kerja kerasnya selama ini, Tatiek berharap agar para wanita mampu berdiri di atas kaki sendiri secara ekonomi. Peran seorang wanita dalam UMKM merupakan suatu bukti bahwa seorang perempuan mampu membantu perekonomian keluarganya. Wanita harus mampu menjadi social womanpreneur. Wanita dengan segala kelebihan sangat pas memilih jalan sebagai Social Entrepreneur,sikap wirausahawan sosial adalah individu yang bervisi, berjiwa pengusaha, dan beretika, yang mampu menciptakan inovasi sosial dan mampu mengubah sistem yang ada di masyarakat. 

Peran wanita disinilah bagaimana menjadikan rumah dan lingkunganya sebagai basis kekuatan ekonomi. Jadi jika seorang wirausaha bisnis mengukur keberhasilan dengan keuntungan dan pendapatan, maka wirausahawan sosial diukur keberhasilannya dari dampak aktivitasnya terhadap masyarakat yang tentunya membawa kebaikan dan meningkatnya harkat kaun lemah.



No comments:

Post a Comment