Saturday, October 25, 2014

Tampilkan Citra Islam Berprestasi Sebagai Akselerasi Menuju Generasi Islam yang Berkualitas

Islam sering kali diberikan gambaran oleh orang-orang dan golongan yang tidak pernah mengenalnya sebagai agama yang mundur dan memundurkan. Islam juga dikatakan tidak pernah menggalakkan umatnya untuk menuntut dan menguasai berbagai lapangan ilmu pengetahuan. Kenyataan dan gambaran yang diberikan itu bukan saja tidak benar tetapi juga bertentangan dengan hakikat sejarah yang sebenarnya. Pada masa lalu dan memang sudah ajaran Islam, bahwa jika seseorang menemukan alat atau apapun yang belum ada manusia yang menciptakannya, maka wajiblah baginya untuk menyebarkan hasil temuannya itu. Menyebarkannya kepada umat manusia agar mereka dapat mempermudah pekerjaannya dan menjadikan mereka semakin bersyukur kepada Allah.

Sejarah adalah fakta, dan fakta adalah sejarah. Sejarah telah membuktikan betapa dunia Islam telah melahirkan banyak golongan sarjana dan ilmuwan yang cukup hebat dalam berbagai bidang keilmuwan. Mereka tidak menuntut satu apapun, termasuk “hak paten” atau “upeti” lainnya akibat temuannya tersebut.Namun propaganda media tumbuh berkembang kian pesat seolah mencabut kebenaran dari akarnya. Dan dari orang-orang baratlah ilmu-ilmu itu kemudian dicuri, lalu dipatenkan atas nama mereka untuk mencari keuntungan. Banyak sekali penemuan-penemuan dari kebudayaan Islam yang tak tercatat sejarah.Dibalik karya mereka tersimpan sebuah peradaban Islam yang dibangun atas dasar prestasi. Lahirnya para ilmuwan Islam menjadi bukti bahwa Islam adalah agama yang kaffah, Islam tidak hanya memperhatikan aspek syariah, ibadah, dan muamalah tetapi juga menjunjung tinggi ilmu di atas amal.

Sekiranya kita hendak berbicara tentang Islam dan kemuliaan ternyata tidaklah cukup hanya berbicara mengenai ibadah ritual belaka, tidaklah cukup hanya berbicara seputar shaum, shalat, zakat dan haji. Berkaca pada Sang Suri Tauladan, Rasulullah SAW, beliau adalah orang yang sangat mencintai prestasi. Hampir setiap perbuatan yang dilakukan Rasulullah terjaga mutunya dan begitu mempesona kualitasnya. Shalat beliau adalah shalat yang bermutu tinggi, shalat yang prestatif, khusyuk namanya. Amal-amal beliau merupakan amal-amal yang terpelihara, kualitasnya bermutu tinggi, ikhlas namanya. Tak dapat dipungkiri beliau adalah pribadi yang sangat menjaga prestasi dan mempertahankan kualitas terbaik dari apa yang sanggup ia lakukan.

Sederet fakta logis semakin menguatkan bahwa “Muslim harus berprestasi!”. Jika tidak berprestasi, maka ada yang harus ditata dan dibenahi bagaimana kita berislam. Boleh jadi belum seshalih yang selayaknya. Ada rasa tak puas dengan prestasi seadanya, ada rasa tak nyaman dengan cita-cita yang tak segera dijemput, ada muhasabah pada ikhtiar diri selama ini. Jika ada yang bertanya mengapa umat Islam belum dikatakan unggul dalam hal kualitas di muka bumi ini,, sekiranya kita sudi merenung bahwa ada hal yang tertinggal dalam menyuritauladani Rasulullah. Rupanya kita belum terbiasa dengan kata prestasi, seolah terasa asing dengan kata kualitas. Dan kita pun kerap kali terpengaruh manakala mendengar kata unggul. Akibat tak terbiasa dengan istilah-istilah tersebut kita pun tak lagi merasa bersalah andaikata tak tergolong menjadi orang yang berprestasi.

Prestasi sebagai bentuk akselerasi menuju generasi Islam yang berkualitas. Prestasi akan menjadi nilai jual Islam dihadapan publik. Prestasi juga yang akan menjadi magnet syiar bagi objek dakwah sebagaimana para Nabi menjadikan mukjizat sebagai wasilah syiar mereka. Berpikirlah sejenak berapa banyak pemuda islam yang mahsyur dengan prestasinya? Ratusan, ribuan atau bahkan jutaan? Bukankah perbandingannya masih sangat jauh dibandingkan pemuda-pemuda di luar Islam? belum lagi propaganda media yang tak kunjung usai mempercantik berita para pemuda non Islam. Semakin banyak mereka yang menguasai prestasi di segala bidang keilmuwan, maka semakin cepat gerak kaum liberal menjauhkan pemuda Islam dari ketauhidannya. Mereka jadikan prestasi sebagai magnet ketertarikan generasi Islam saat ini. Tak akan pernah habis cara musuh-musuh Allah dalam mengelabuhi generasi Islam saat ini. 

Prestasi adalah modal pembangunan generasi Islam yang lebih baik. Prestasi para pemuda Islam mencerminkan kadar berkualitasnya Islam itu sendiri. Dalam urusan duniawi, produk-produk yang unggul selalu lebih mendapat tempat di masyarakat. Lebih mendapatkan kedudukan dan penghargaan sesuai dengan tingkat keunggulannya. Semakin banyak pemuda-pemuda Islam yang berlabel
“prestatif” maka semakin kuat juga mereka menguasai semua ranah, menjadikannya sebagai peluang mendirikan panji-panji Islam di muka bumi. Selain itu, terciptanya pemuda Islam yang berprestasi mampu menampilkan citra baik di kalangan masyarakat. 

Generasi Islam tidak lagi dipandang sebagai generasi yang mundur bahkan jauh dari kejayaan, mereka tidak lagi dipandang sebagai generasi yang bodoh bahkan terbelakang, tidak lagi dipandang sebagai generasi yang tidak disiplin bahkan penggiat kerusakan. Para pemuda yang unggul akan bermanfaat lebih banyak daripada orang-orang yang tak memelihara dan meningkatkan mutu keunggulannya. Sehingga prestasi mampu mengakselerasi pembentukan generasi Islam yang berkualitas. Keberkulitasan generasi Islam telah mampu dibayar oleh segudang prestasi pemuda-pemudanya.

Sudah merupakan sunnatullah bahwa yang mendapatkan predikat terbaik hanyalah orang-orang yang paling berkualitas dalam sisi dan segi apa yang Allah takdirkan di setiap episode kehidupan. Siapapun yang ingin memelihara Islam dan membangun keberkualitasannya, maka bagian yang harus menjadi pedoman adalah menjadi insan yang senantiasa menikmati perbuatan dan karya terbaik yang paling berkualitas. Prestasi dan keunggulan harus menjadi bagian yang lekat menyatu dalam perilaku kita sehari-hari. 

Menyatupadukan tubuh yang memberikan karya terbaik sesuai dengan syariat dunia dan hati yang memberikan keikhlasan terbaik sesuai dengan syariat agama.Demi generasi Al Islam yang berkualitas, tubuh seratus persen bersimbah peluh dan keringat akan memberikan upaya terbaik, otak seratus persen akan digunakan untuk mengatur strategi yang paling jitu, serta hatiseratus persen memberikan tawakal dan ikhlas terbaik dalam mendirikan diin ini. 

Bangkitlah! Dan jangan menunda untuk menjadi generasi Islam yang unggul dan berprestasi dengan potensi yang telah Allah SWT anugerahkan kepada tiap diri hamba-hambaNya. Hanya pemuda Islam yang paling berhak menjadi manusia terbaik yang mampu menggenggam dunia daripada mereka yang ingkar tak mengakui bahwa segala potensi dan kesuksesan itu adalah anugerah Zat Maha Pencipta. “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyeru yang ma’ruf dan mencegah yang munkar dan beriman kepada Allah”.

Tampilkanlah citra Islam yang berpretasi, jadikan itu sebagai senjata dakwahmu. Bangkit dan berprestasilah atas nama Tuhanmu yang telah memberikanmu segudang ilmu dengan akal tanpa batas.Gerakkan hatimu untuk senantiasa meningkatkan mutu dan kecewalah ketika mutu itu tak kunjung baik hari demi hari. Pertajamlah senjatamu itu dengan amal, sebarluaskan tanpa batas melebihi mahsyurnya berita para liberal. 

Dengan prestasi engkau akan berdakwah lebih cepat dari biasanya, melibatkan ilmu dengan amal, menjadikan ketertarikan objek dakwah sebagai peluang tanpa batas mensyiarkan agama Allah. Prestasi pula yang akan menghidupakan magnet dalam diri kemudian menyebarkan daya tarik ke medan-medan dakwah dengan nyata. Bangunlah keberkualitasan agamamu di atas prestasi para pemuda-pemudanya, untuk bangsa, agama, dan almamater.

Sunday, July 20, 2014

Yuk Nikah ! Aku siap menemanimu menghafal Qur'an :)


Yuk Nikah... Aku siap menemanimu menghafal Qur'an


Ikhwah fillah gimana rasanya kalau ada seseorang yang mengatakan itu kepadamu? waduh pasti melting banget, bisa sport jantung di tempat ( saya juga hehhe..).

Tenang gausah shocked saya yang baru berumur 18 tahun tiba-tiba langsung menghiasi blog dengan kata "nikah". Ini pure judulnya bukan buat sendiri. Jadi gini, hari ini tepat Minggu, 20 Juli 2014 saya baru saja mengikuti kajian Ust. Yusuf Mansyur di Masjid Istiqlal. Nah, temanya yaa itu tuh. Dahsyat kan broooo....!!

Tenang ada yang gak kalah dahsyatnya dari  ini, itu ustad bawa putra-putrinya yang masih bocah-bocah banget, daaaaan mereekaaaaaaaaaaa semua hafal qur'an, mereka lagi proses menuju hafidz/ah cilik. iri hati rasanya. Di sana kita para peserta kajian dipandu untuk berikrar seperti ini

" Bismillahirrahmaanirrahim.. Saya Ajeng Pratiwi umur 18 tahun. Insyaallah 25 tahun yang akan datang umur saya menjadi 43 tahun, kalau saya mulai menghafal Al Qur'an satu hari satu baris maka di 25 tahun yang akan datang saya akan menjadi hafidzah 30 juz di umur 43 tahun"

aamiin allahumma aamiin
kurang lebih begitu ikrarnya, benar-benar terharu. Mulai saat itu juga saya berazam untuk istiqomah menghafal Al Quran agar kelak saya bisa melihat kedua orang tua saya di wisuda langsung oleh Sang Maha Guru, Allah SWT. Aamiin
Ya walaupun sebelumnya saya sudah mulai menghafal, tapi rasanya semakin kuat saja niatnya untuk mengahafal.

lantas apa hubungannya ya dengan menikah??
heem pasti kalian menunggu kan, kepo kan. Jadi hubungannya dengan nikah, kalau saja kita sudah niatkan untuk menjadi hafidz/ah, apapun yang terjadi kita harus tetap menghafal. Nah, untuk mempermudah kita harus memiliki pasangan yang mempunya satu visi dengan kita. Tepat!! Menjadi Penghafal Al-Qur'an. Masih ingatkan janji Allah disurat An-Nur  verse 26?? wuaah kalau urusan jodoh pasti paham kan ayatnya.

Laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik, begitupun sebaliknya. Jadi bang ustad menekankan kalau kita hafidz/ah qur'an insyaallah jodohnya juga sama *eaaa, aamiin. Hayooo siapa yang mau estafet ayat sama imamnya nanti? setelah shalat tahajud, heningnya malam menjadi saksi , malaikat-malaikat melebarkan sayapnya seraya berdoa yang terbaik untuk kita.  Of course it's the sweetest moment ever. 
Apakah cukup dengan berhenti di diri kita saja? tentu tidak. Kita juga harus berusaha untuk mencetak generasi-generasi para penghafal Qur'an, kan kita juga mau di wisuda langsung oleh Sang Maha Guru.

Lakukan saja mengahafal sehari sebaris setidaknya kitas sudah melakukan One Day One Line. Kalau saja ketika dalam perjalanan Allah rindu dengan kita, memanggil kita dalam maut, insyaallah sudah Allah catat niat baik kita, atau siapa sangka Allah ridha memberi gelar hafidz/ah, walapun kita belum hafal 30 juz. Ingat !! :) niat baik kan sudah Allah catat dalam satu kebaikan meski tertunda pelaksanaannya.

Jadi paham kan?
Mari mulai sekarang buat proposal hidup; tujuan, visi & misi, termasuk kriteria calon imam. Tentunya yang punya satu visi ya :)

Sebuah nada membuatku terhanyut dalam keheningan
Tatkala ku bersujud pada Ilahi
Hening... Damai ...
Di atas sajadah yang membentang
Ku lantunkan wahyu Sang Pencipta
Terbata-bata, namun kau dengan sabar mengindahkannya
Membacanya, menyejukkan kalbu
Memahaminya, menenangkan jiwa
Mengamalkannya, limpahan pahala
Sungguh, hati kan rapuh bila meninggalkannya
Al-Qur'an, izinkan aku meminangmu, di keheningan malam



Wednesday, July 16, 2014

Mencintai dalam Hati Ternyata Kesalahan

Namaku Tulip, seorang gadis yang tidak pernah pacaran sama sekali, dan memang berprinsip untuk tidak mau pacaran, tapi langsung menikah saja. Prinsip itu menjadikanku terlihat lebih cuek terhadap pria. Bahkan, aku terkenal kaku untuk bisa berhadapan dengan pria. Hingga terkesan dari luar justru aku ini jutek. Awalnya itu tidak menjadi masalah bagiku, tapi mulai menjadi masalah saat usiaku semakin matang untuk menikah, saat hampir semua teman sebayaku sudah menikah.

Prinsip tidak mau pacaran yang kuanut kukira tadinya sudah cukup. Namun ternyata prinspi itu mengantarkanku untuk terjebak dalam situasi "Cidaha", ya Cinta Dalam Hati. Setiap aku menyukai seorang pria, aku menyimpannya rapat-rapat, bahkan jarang kuceritakan kepada siapapuun. Di depan aku terlihat biasa-biasa saja seperti cuek kepada dia yang kusukai. Namun, di belakangnya aku bisa stalking kegiatan hariannya melalui akun sosmed-nya dari Facebook,blog,Twitter, dan lain-lain.

Sayangnya, ketidakberanianku untuk mengungkapkan perasaan terlebih dahulu membuahkan akibat yang terus berulang. Setiap orang yang ku kagumi secara rahasia, selalu meninggalkanku dan menikah dengan wanita lain. Hal tersebut berulang terjadi sampai beberapa kali. Hingga suatu masa aku merasa ini harus menjadi yang terakhir kalinya aku terjebak dalam virus Cidaha.

Kurang lebih dua tahun aku mengaguminya, kekagumanku kali ini rasanya berlebihan. selain stalking akun sosmed-nya, aku juga sampai membuat catatan harian tentangnya. Catatan digital seperti buku harian di laptopku. Setiap hari aku menulis tentangnya dan tentangku, harapan-harapanku bersamanya, impianku bersamanya dan lainnya. Tanpa ia ketahui. Perasaan itu aku simpan rapi, hanya salah seorang sahabatku yang mengetahuinya.

Hingga suatu hari aku mendengar kabar bahwa dia akan menikah! Kaget bercampur sedih aku rasakan. Kali ini aku putuskan untuk memberanikan diri mengungkapkan persaanku kepadanya. Kemudian ia hanya menanggapi, "Kamu ke mana saja selama ini, saat aku mengharapkanmu, kamu ke mana?"
Ya! salahku sendiri yang terlalu egois di saat sebenarnya sinyal-sinyal cinta darinya mulai aku dapatkan beberapa waktu sebelumnya.

Aku kalut, sakit hatiku sudah memuncak merasakan kegagalan perasaanku lagi. Kuputuskan memberi file catatan harian itu kepadanya. Terserah apa yang mau dipikirkannya, namun aku ingin dia juga tahu perasaanku kepadanya. Meski kuakui dalam hati bahwa saat itu ada harapan bahwa dia akan berpaling kepadaku, takdir sudah berbicara, ini sudah menjadi keputusan Allah. Dia tetap menikah dengan orang lain.

Aku sadar bahwa ada hal yang harus kubereskan, yaitu diriku sendiri. Aku harus berdamai dengan diriku sendiri, yang ternyata belum memaafkan kesalahannya yang terlalu memforsir diri mencinta pada tempat yang tak seharusnya. Sekarang ini biarlah aku mendekat kepada-Nya untuk dipantaskan bertemu dengan ia yang ditakdirkan untukku, dengan cara-cara yang lebih baik. Aamiin

                                                                  *****

Memaafkan kesalahan orang lain terhadap diri kita itu jauh lebih mudah dibandingkan dengan memaafkan kesalahan diri sendiri terhadap diri kita. Terjebak Cidaha, secara tidak langsung ternyata membuat diri kita merasa bersalah. Merasa bersalah bukan terhadap orang lain, tapi pada diri sendiri.
"Kenapa harus merasakan mencintai sebuah kesia-siaan? Kenapa harus rela buang-buang waktu untuk sebuah ketidakjelasan? Kenapa harus mau tersiksa dengan perasaan yang tidak seharusnya?"

Terlebih memohon ampunan kepada-Nya, karena saat terjebak kondisi Cidaha, boleh jadi kita telah menduakan bahkan me-multiple-kan cinta-Nya yang membuat Allah murka. Mari, jadikan setiap penyesalan diri sebagai hikmah yang membawa kita pada kesyukuran.



Monday, June 23, 2014

Allah, Cinta, dan Harapan


Aku terbuai dengan permainan-Nya, menikmati tiap langkah aturan bermain. Permainan-Nya begitu menjanjikan tidak seperti bermain dadu, mengocok dan melempar. Dari setiap permainan yang ku jalani selalu ada kepastian, ya tentu bukan keragu-raguan. Rasanya ingin sekali terus bermain dan bermain sampai larut dalam keindahan ciptaan-Nya. Kerana sampai ketika aku larutpun masih akan ada harapan, harapan untuk terbangun dan berdiri menegakkan cinta-Nya.

Sempat tersentak malu ketika ku baca firman-Nya, lagi-lagi sebuah peringatan nyata dan bukan untuk pertama kalinya Allah membelaiku dengan tangan-Nya yang Maha Lembut. Ku baca perlahan, ku renungkan, dan hatiku benar benar terkoyak,

"Manusia diciptakan (bersifat) tergesa-gesa, kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera" (Al Anbiya':37)

Allah hanya ingin aku bersabar...
Dalam permainan-Nya, Allah tidak akan melempar dadu untuk menentukan yang terbaik untuk hamba-Nya. Dia pun tak pernah lengah memberikan cinta dan kasihNya. Rasanya aku yang mulai mejauh dari-Nya, hingga benteng keimanan hampir runtuh karena tipu daya setan. Kini aku berada dalam kepayahan,tertatih menggapai harapan. Bagaimana mungkin terjadi hati ini terus menjerit tak tertahan, sempat menggoresan asaku selama ini. Ingin sekali mengadu pada langit, memohon pada bintang agar mereka sampaikan jeritan ini.

Allah, aku iri pada mereka yang lebih dahulu menginjakkan kaki di belahan bumi-Mu yang lain, aku iri kepada mereka yang lebih dahulu mengucapkan kalimatullah di bawah senja negeri peri, aku iri, dan sampai kapanpun hati ini tetap iri. Bagaimana mungkin aku meminta-Mu untuk mempercepat langkahku berdiri di sana, sungguh aku malu. Tidakkah aku berpikir bahwa firman-Mu memintaku untuk bersabar menunggu.

Allah, ketika Kau memperhatikanku, sejenak aku  berpikir harus memulai dari mana? Engkau tahu  pekat melekat asa dalam dada untuk pergi ke sana, menikmati senja di belahan bumi yang berbeda. Aku yakin tak pernah bosan, aku harap juga kau tak cemburu tat kala ku katakan dengan yakin aku ingin sekali ke sana. bukan tempat dimana peradaban islam dibangun, bukan pula tempat dimana islam dijunjung tinggi. Hanya sebuah negeri yang menyimpan sejuta mimpi, menimba ilmu pendidikan lalu menyebarkannya pada negeri sendiri.

Harapan dan cinta akan selalu tumbuh di bawah payung yang sama. Biarkan pelangi yang memberikan keindahan bagi tiap mata  memandang. Sungguh, tiap kali aku berpikir tentang negeri itu, , radarku mengingatkanku padanya, dia entah siapa dia.  Akupun tak tau dan tak mengerti mengapa dia dan seperti apa sosoknya. Biarkan dia akan terus menjadi misteri.


Jerman, bukan sebuah negeri dimana peradaban islam dibangun, bukan pula sebuah negeri dimana islam dijunjung tinggi. Hanya sebuah negeri dongeng yang terus diteriakkan pada nurani .Kau akan terus menyimpan sejuta impian. Bagaimana bisa kau membuatku menunggu?
Sayangnya aku tidak bodoh. Penantianku akan ku manfaatkan untuk terus berusaha, berkarya dan berdoa.Tuhan ku juga tidak pernah tidur, jadi membuatku berpijak di keindahan bumimu tentulah mudah bagi-Nya.

Allah hanya ingin aku bersabar,sabar dalam merajut cinta dan harapan dengan keindahan pena-Nya.



Keelokan Muslimah Bagai Mawar Berduri








Muslimah seperti mawar yang berduri seorang wanita sempurna seperti setangkai mawar berduri. Dan
kesempurnaan mawar adalah padadurinya. Namun terkadang orang menganggap duri pada mawar menganggu, merusak, bahkan menghalangi keindahan kelopak mawar. Padahal justru dengan itulah setangkai mawar menjadi sempurna, terjaga, terlindungi, tak di petik sembarang orang.

Mawar adalah wanita.sedangkan duri pada mawar adalah aturan yang melekat dari Allah bagi seorang wanita. Banyak orang mengatakan aturan yang Allah buat untuk wanita mengekang, sulit jodoh, hingga sulit untuk mendapatkan pekerjaan. padahal seperti duri pada mawar, justru aturan itu yang melindungi, menjaga dan membuat seorang wanita mulia.seperti duri yang menjadi penyempurna mawar. Maka aturan Allah yang menjadi penyempurna wanita. Dan jika mawar berduri adalah mawar yang sempurna, pastinya wanita dengan aturan yang melekat dari Tuhannya pula wanita yang sempurna.

Seorang wanita sempurna seperti mawar ditepi jurang, bukan mawar di tengah taman. jika mawar di tengah taman cenderung semua tangan bisa memetiknya, dari orang biasa hingga orang 'kurang ajar' yang nekad memetik walaupun ada tulisan "dilarang memetik bunga". walau ada larangannya tetap berani memetik. toh di bawah tulisan larangan itu hanya tertulis ancaman "denda sekian
sekian puluh ribu atau kurungan sekian bulan". tapi jika ada di tepi jurang tentu tak semua tangan berani menyentuhnya.

Maka wanita tumbuhlah di tepi jurang. Hingga tak sembarang tangan lelaki bisa menyentuhmu. Hingga jika pun suatu saat ada seorang lelaki memetikmu. pastilah lelaki yang paling berani berkorban untukmu. bukan sembarang tangan, bukan sembarang orang, bukan sembarang
lelaki. karena wanita bukanlah barang murah yang boleh di sentuh seenaknya. bukan pula barang hiasan yang bisa di petik dengan ancaman kecil.

Monday, March 31, 2014

Cermin Kualitas Pendidikan Bangsa



Berbicara mengenai pendidikan di Indonesia tentunya pendidikan bangsa ini masih dalam tahap proses pembenahan. Kondisi pendidikan Indonesia masih jauh posisinya di dunia. Menurut data dari indeks pembangunan, pendidikan di Indonesia berada dalam posisi ke 69 dari 127 negara di dunia. Data ini menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia masih sulit untuk menembus peringkat terbaik.
Belajar dari sang perimadona pendidikan, Finlandia, negara yang menjadi guru terbaik bagi pendidikan di dunia. Indonesia masih harus belajar dari negara pendidik ini, mulai dari pembenahan kurikulum, sistem, bahkan dari tujuan pendidikan itu sendiri. Sumber daya manusia yang terampil dan memang ahli di bidangnya sudah menjadi aset besar bagi Finlandia. Bagaimana tidak, profesi guru di negara pendidik itu merupakan profesi yang sangat mulia dan kompetitif sekali untuk mendapatkannya.
Bercermin dari mereka, bangsa ini masih jauh terbelakang dari sisi sumber daya manusianya. Untuk menjadi seorang pendidik di Indonesia seolah menjadi pilihan terakhir daripada mereka tidak mendapat kerja. Ketika Finlandia  mewajibkan tenaga pendidik untuk tingkat Sekolah Dasar adalah lulusan S2, namun di Indonesia ‘asal bisa’ mengajar maka dia diperbolehkan. Akhirnya banyak guru-guru ‘cabutan’ yang dipaksa harus mengajar, bisa karena teknis bukan karena hati nurani. Apabila pendidik mengajar ala kadarnya tentulah siswa yang dididik juga akan ala kadarnya.
Sistem pendidikan di Indonesia terlihat belum ada kemajuan dari tahun ke tahun, pemerintah sibuk melakukan perbaikan kurikulum tetapi lupa dengan sistem pelaksanannya. Celakanya, para siswa di negara ini tidak sadar telah dituntut untuk selalu berorientasi pada hasil bukan pada proses untuk mendapatkannya. Siapa yang tidak mau lulus dengan nilai Ujian Nasional yang baik, siapa yang tidak mau naik kelas dengan peringkat yang baik. Inilah kacamata hitam pendidikan di negeri ini, Ranking dan ujian yang diterapkan untuk mengukur seberapa pintar mereka ternyata suatu momok yang mematikan secara perlahan. Para siswa dituntut untuk berlomba mendapatkan hasil terbaik agar bisa naik kelas dan lulus, menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Sekolah tiga atau enam tahun namun hanya ditentukan oleh beberapa hari. Bukankah itu tidak adil ?  Namun sistem ini sudah membudaya dan menjadi darah dalam pendidikan di negeri ini.
Sederet fakta logis yang telah ditemukan tentang kemudaratan sistem perankingan atas dasar nilai rata-rata. Rupanya dengan adanya sistem perankingan atas dasar nilai rata-rata akan menuntut siswa memperjuangkan hasil yang baik dengan mengesampingkan proses. Mereka tidak segan-segan untuk berbuat curang. Bagi yang mendapatkan ranking terbaik biasanya akan mendapat perlakuan istimewa dari gurunya. Bukan hanya itu, yang mendapat ranking terendah juga akan mendapat perlakuan istimewa biasanya berupa sindiran dari sang guru sehingga timbul perbandingan.
Membandingkan kemampuan yang berbeda, lalu salah satunya menjadi parameter atau tolak ukur bagi yang lain adalah tindakan tidak adil. Apalagi bila nilai seorang anak ditentukan oleh nilai temanya, di samping tidak adil, cara demikian juga tidak valid. Kekeliruan logika yang selama ini berjalan, apabila seorang anak perlu  remedial karena ia belum tuntas mencapai KKM, maka setelah mengikuti kegiatan pembelajaran remedial, nilai perolehannya maksimum hanya pada KKM saja. Sangat ironis sistem pendidikan di negara ini, walaupun secara kompetensi sangat mungkin ia mencapai tingkatan yang lebih tinggi dari temannya yang lebih dulu tuntas, namun ketuntasannya tidak diakui hanya karena dia ikut remedial. Untuk itu anak remedial tidak boleh lebih baik dari anak yang lebih dulu tuntas. Dunia pendidikan kita saat ini ingin mengkondisikan sekali anak jatuh, harus jatuh selamanya, kalau ia berhasil bangkit, ia dicurigai berbuat curang atau menyontek. Kita harus menghentikannya.
Keriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang diterapkan di Indonesia dijadikan sebagai tolak ukur kenaikan kelas sehingga  menyebabkan siswa yang gagal tes harus mengikuti tes remidial dan masih ada yang tinggal kelas. Sebaliknya, Finlandia menganut kebijakan automatic promotion, naik kelas otomatis. Guru siap membantu siswa yang tertinggal sehingga semua naik kelas. Jika Indonesia menerapkan sistem yang sama seperti di Finlandia, maka ada kemungkinan besar mutu pendidikan kita akan lebih baik. Realitanya guru-guru di Indonesia tidak sabar menemani siswa yang tertinggal sampai ia naik kelas. Tak sedikit guru yang meninggikan nilai siswanya agar bisa naik kelas, berbekal belas kasihan mereka melakukanya. Mereka tidak sadar bahwa tindakan mereka akan membunuh fungsi pendidikan di Indonesia.
Majunya pendidikan suatu bangsa tidak terlepas dari peran aktif pemerintahnya. Peran pemerintah untuk pendidikan di Indonesia sudah tersurat dalam Undang Undang kependidikan. Setiap warga negara kebangsaan Indonesia wajib menerima pendidikan dan pemerintah harus menunjang pembiayaan pendidikan tersebut. Pemerintah secara perlahan sudah menata pendidikan dengan cara menata profesionalisme guru, memperbaiki kuliatas tenaga pendidik, gaji pendidik dan perbaikan infrastruktur secara terus menerus. Akan tetapi upaya ini belum diimplementasikan secara merata. Masih banyak daerah-daerah terpencil, terluar dan tertinggal yang kurang cukup asupan pendidikannya. Tidak hanya itu, pendistribusian dana BOS dan gaji guru masih sangat dikesampingkan untuk daerah 3T tersebut.
Pemerintah sudah cukup tanggap mengatasi keterbelakangan pendidikan di daerah 3T (terpencil, terluar,tertinggal). Mereka mengadakan program SM3T yaitu Sarjana Mendidik di daerah terpencil, terluar dan tertinggal yang diperuntukkan untuk sarjana S1 yang ingin menguji nyali seberapa profesional mereka dalam mendidik. Program ini sangat baik sebagai upaya untuk memerangi kebodohan dan melakukan pemerataan pendidikan di Indonesia.Di sisi lain bantuan beasiswa yang diberikan kepada masyarakat yang kurang mampu rupanya terkadang tidak tepat sasaran. Kasus ini umumnya terjadi di ibukota, penyeleksian terhadap penerima beasiswa kurang ketat penerapannya. Sehingga dengan mudah masyarakat memalsukan surat-surat pengajuan. Munculah kesenjangan terhadap upaya pemerintah ini. Jadi pemerintah harus melakukan pembenahan realistis terhadap kualitas pendidikan di Indonesia dengan memperhatikan segala sudut untuk menyalakan api intelektual lewat pendidikan.
Kuliatas pendidikan semakin tahun semakin memprihatinkan. Daya juang siswa dari tahun ke tahun ternyata semakin mengalami penurunan. Diberlakukannya sekolah gratis ternyata berdampak negatif pada beberapa siswa, semakin banyak siswa yang menomorduakan sekolahnya. Seharusnya kebijakan pendidikan dapat menciptakan manusia  yang bisa melakukan hal baru, tidak sekadar mengulang apa yang telah dilakukan generasi sebelumnya. Jika semakin banyak permasalahan seharusnya kita bisa menengok dengan cepat ke arah kurikulum pendidikan negari ini.
Sistem pendidikan atau kurikulum bisa menjadi titik ledakan keberhasilan pendidikan di suatu negara. Negara yang baik pendidikannya, akan baik juga kurikulum yang diterapkannya. Bagaimana dengan nasib kurikulum di sekolah kita? Yang jelas, setiap kali ada perubahan kurikulum, setiap itu pula masyarakat resah, guru resah, murid resah. Hanya ada satu orang yang tidak resah, yaaitu orang paham sejatinya tentang kurikulum. Ini pertanda ada yang salah dalam pemahaman kita tentang apa sejatinya kurikulum itu. Kurikulum yang baik adalah yang mampu merespon perubahan kehidupan yang berlangsung secara terus-menerus. Sepanjang sejarah perubahan kurikulum di negeri ini selalu dijadikan kambing hitam. Ketika kurikulum tidak mampu meningkatkan kualitas pendidikan, kurikulum dituding menjadi penyebabnya. Sementara manusianya tidak mau berbenah diri.
Sistem yang ada ,melahirkan hasil yang ada. Jika diinginkan hasil yang lain, sistem harus diubah. Sebagian guru tidak mampu keluar dari ‘budaya petunjuk’ hingga kreativitasnya terpasung. Keadaannya lebih menonjolkan keseragaman proses dari metode pembelajaran. Proses yang demikian mengakibatkan pendidikan berjalan secara mekanis dan tercabut dari budaya yang menjadi akarnya. Ini membuat pendidikan seakan terpisah dari dunia kehidupan yang  nyata. Pendidikan seolah hanya rutinitas pengisi waktu menuju baya.  Belum dirasakan apa manfaat sesungguhnya. Apa yang diperoleh melalui pengalaman belajar belum bisa menjadi arahan yang jelas ke mana mereka akan melangkah. Ironis !

Sistem pendidikan di Indonesia bisa dengan cepat meningkatkan kualitas pendidikan apabila berjalan secara efektif dengan membebaskan pengelolaan pendidikan dari tekanan birokratis, hindarkan berbagai bentuk keseragaman, dan bebaskan setiap keputusan dari ambisi sekelompok orang tertentu. Pendidikan milik semua, dan semua orang berhak dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Pendidikan yang humanis mungkin tinggal impian dan harapan jika sistem yang berlaku saat ini tidak diubah, karena “sistem yang ada melahirkan hasil yang ada. Jika diinginkan hasil yang lain, sistem harus diubah”. Peningkatkan kualitas pendidikan akan semakin nyata.

Sunday, March 2, 2014

Teman, berjalanlah walau tanpa aku..

 “Karena potensimu dibutuhkan dibanyak tempat, maka bersiaplah ketika ketidakhadiranmu dipertanyakan” 

Sekejap aku berfikir bahwa aku lelah menjadi orang yang mereka butuhkan, aku lelah aku merengek, mengeluh dengan segala kelelahanku, karena saat itu aku merasa lelah ketika potensiku dibutuhkan di banyak tempat, amanah terpikul di pundakku, bukan hanya satu, bukan..

Ku luapkan kelelehanku saat aku pulang dari kegiatan rutin di minggu sore, yang bisa dibilang karena aku juga baru bisa menyempatkan diri hadir di tengah mereka. Sebuah rumah belajar yang terbentuk dari komitmen kita, komitmen karena akar kebersamaan yang kami jalin selama 3 tahun bersama.Namun nyatanya makin kesini mereka hampir tidak terlihat, begitu banyak yang tidak terlihat, termasuk mungkin diriku.

Teman, tulisan ini ku tulis untuk kalian dengan rasa cinta penuh penyesalan.. bukan aku tak peduli dengan komitmenku, bukan juga tak mau menengok kearah kalian sedikitpun. Hanya saja aku tak mampu mengungkapkan lebih apa alasanku untuk tidak hadir di sana.

Teman, ingatkah kau tentang cerita kita tiga tahun yang lalu, mengukir cerita indah bersama. Buatku itu  bukan hal yang mudah. Karena aku jua berjuang mewujudkannya. Dua tahun menjabat sebagai ketua kelas tentunya tidak mudah teman. Sadarkah kau teman, aku hampir menyerah saat itu, aku tak kuat, aku tak kuasa menanggapi ulah kalian, selama dua tahun itu. Semua berpuncak di awal tahun saat kita berada  di kelas sepuluh. Kondisi kelas itu berpecah belah, banyak lingkaran-lingkaran yang merusak kesatuan kita. Tak sadarkah kau teman, aku hampir menyerah dengan keadaan, aku buntu! Tidak menemukan cara bagaimana menyatukan kalian.

Apakah hanya menanggapi ulahmu? Tidak . batinku, ragaku harus mampu menampung setiap kali guru guru naik pitam di kelas kita. Dua tahun itu bukan waktu yang sebentar, banyak air mata yang aku teteskan selama itu. Andaikan kau tau begitu sakit rasanya, saat kau tak mau mempedulikanku. Pikiranku saat itu, ketika aku melepaskan semua, maka aku yang kalah. Aku bertekad, suatu saat kita pasti bersama menorehkan prestasi bersama. Nyatanya di akhir tahun kelulusan kita berhasil kan membuktikan kepada mereka, bahwa kita adalah pasukan yang kuat. Kita bahkan mampu membuat mata yang memandang iri karena kekompakan kita.

Tapi mengapa sekarang seolah kau melupakan semuanya? Jika dulu aku mampu totalitas untuk kelas, untuk kelas kita. Maka sekarang izinkan aku beralih ke yang lain, karena di bumi pijakan yang baru aku juga memikul amanah. Aku percaya kepada kalian bahwa ini adalah masa untuk kalian. Bukankah setiap orang itu ada masanya dan setiap masa ada orangnya?

Teman, inilah masamu untuk berkarya, masamu untuk merasakan bagaimana rasanya perjuanganku dulu. Jangan kau remehkan sekecil apapun kebaikan yang mereka berikan. Karena aku yakin kau mampu memikul amanah ini. Jangan kau permasalahkan mengapa aku tidak pernah hadir, jangan juga kau cemburu kepada mereka yang waktunya selalu ku penuhi. Karena mereka, amanah amanahku itu, mungkin amanah ku ini tidak akan berjalan jika aku tidak hadir. Tapi tidak untuk kau, kau akan masih terus berjalan dengan teman temanmu, melaksanakan rutinitas di minggu sore.

Mengapa ku katakan amanahku di tempat lain lebih penting? Ketika kau hanya berhadapan dengan anak anak yang mungkin bisa belajar tanpa kita, anak anak yang menjadikan kita bukan pada prioritas awal. Tapi tidak untukku, aku berhadapan dengan mereka yang ingin menghancurkan generasi-generasi pemuda islam sekolah kita. Kader sekolah kita sedikit yang sadar untuk menjaga mereka. Maka aku putuskan aku akan kembali kepada mereka, aku putuskan merekalah prioritasku.

Teman, jika hatimu belum luluh dengan pengakuanku, bagaimana jika kita bertukar posisi? Biarkan aku yang mengurus rapih kegiatan kelas kita dan kau yang mengurusi semua amanahku. Bagaimana jika kita bertukar posisi?

Jangan selalu menuntut kesempurnaan, dan ketika ada teman teman kita yang hadir , bersyukurlah, jangan kau terus menyindir mereka. Bukankah itu namanya menuntut kesempurnaan? Berjalanlah seberapapun banyaknya, jangan kau selalu permasalahi kuantitas, tapi pikirkan kualitas untuk kegiatan itu.

Teman, jangan kau selalu menuntut kesempurnaan, berjalanlah.. karena ketika kau terus menuntut kesempurnaan kau tidak akan mendapatkan apa-apa. Hanya berujung pada ketiadaan yang sia-sia.
Teman, jangan kau selalu menanti kehadiranku untuk bergerak, jangan juga kau permasalahkan mereka yang hatinya belum terpaut di kegiatan ini, tapi cukup kau fokuskan dirimu dengan mereka yang bisa hadir di setiap saat. Berilah penghargaan buat mereka, agar pundak mereka lebih kuat memikul semuanya.

Teman, setiap orang punya masanya, dan setiap masa ada orangnya. Ini adalah masamu, totalitaslah dalam memikul amanah. Ikhlaskan ketiadaanku di sana karena tempat lain masih membutuhkanku. Aku tidak ingin hanya air mata di akhir.

Teman, berjalanlah, berubahlah..
Izinkan aku memutar haluan, izinkan aku berfokus di pijakan lain

Kerana mereka yang lebih membutuhkanku..
Teman,, berjalanlah.. walau tanpa aku..

Tuesday, February 25, 2014

Dan Akhirnya Aku Memilih KSEI

~Dilema dengan dua Badan Semi Otonom~


Organisasi dulu, organisasi lagi, dan organisasi terus. Kata itu sudah mendarah daging di jiwaku, dimanapun aku berpijak di sana pun ada amanah yang ku bawa. Tentunya tidak heran karena organisasi.

Berawal dari sebuah pesan berantai yang terus memenuhi kotak pesanku, ku buka pesan itu satu persatu, ternyataaa ada sebuah organisasi yang sedang berburu mencari punggawa punggawa baru, ksatria sang penerus tongkat estafet mereka. Di atas dan di bawah sisi pesan tercantum rapih nama KSEI (Kelompok Studi Ekonomi Islam), dan tak luput terselip pula pesan penyemangat “Selamat datang wahai insane Rabbani”. Lantas apa yang ku respon, aku hanya menyimak namun tak menanggapi, mulanya tak sedikit pun respon dari diriku. Bukan tak peduli, bukan juga tak berminat. Sempat aku berpikir apakah iya akan ada jalan bagiku memilih KSEI, apakah iya akhirnya Allah akan menempatkan aku di KSEI. Mungkin bagi mereka yang sering hadir di acara KSEI, sering menyimak setia saat para petinggi organisasi itu mengelurkan petuahnya, itu hal biasa. Kerana memang telah tertanam bibit dalam diri mereka yang memang mereka berniat untuk  menaburkannya di badan semi otonom tersebut.

Ketahuilah, tidak untuk aku ! hal itu yang membuat aku berpikir keras untuk mencoba melangkah ke organisasi itu, tidak berpegang bekal apapun aku memberanikan diri melangkah ke KSEI. Mengapa tidak berbekal? Lantas aku kemana saja disaat KSEI sibuk mencerdaskan para calon kadernya?. Saat begitu banyak acara KSEI terjadwal rapih aku selalu berhalangan untuk hadir, rupanya memang Allah belum menakdirkannya untukku. Setiap ada acara KSEI saat itu pula aku memikul amanah di tempat lain. Hati ini iri kepada mereka yang dengan mudah menyaksikan acara tersebut .

Seiring berjalannya waktu tak ubahnya aku yang selalu sibuk dengan amanah-amanahku, salah satunya kesibukanku di sebuah forum untuk sahabat muslim se-fakultas yang aku sendiri menjadi kepalanya. Siapa yang tidak tahu bahwa forum itu merupakan anak dari lembaga dakwah fakultas . Hari hari ku jalani dengan forum itu, sampai aku menemukan titik loyal hingga akhirnya hati ini mulai terasa terikat dengan keramah tamahan perilaku senior-senior yang berada di lembaga dakwah fakultas. Aku perlahan-lahan mulai masuk ke dunianya dan dijamu dengan begitu hasan. Pikiranku mulai bercabang, dilema dengan dua pilihan organisasi, apakah Allah mengizinkan aku untuk tidak melangkahkan kakiku ke lembaga dakwah fakultas tetapi memutar arah ke KSEI.

Hari demi hari pesan berantai itupun selalu datang, ajakan untuk bergabung di Kelompok Studi Ekonomi Islam. Aku tak hanya diam, semakin banyak pesan rupanya semakin membuatku dilema. Buat mereka mungkin aku berlebihan, tetapi buatku ini adalah pilihan yang sulit. Kesalahan aku dalam mengambil keputusan akan berujung pada penyesalan yang dalam. Malam itu sontak aku mengeluarkan air mata, karena ku tak mampu lagi untuk memilih dari dua pilihan itu. Aku sadar bahwa aku tidak sendiri. Malam itu juga aku memberanikan diri dengan segala kepasrahanku bersimpuh di atas sajadah, menunaikan dua rakaat untuk meminta pilihan mana yang benar-benar terbaik untuk aku dan agamaku. I’m give up, ku serahkan semua pada tanganNya.

Tepat seminggu setelah aku memohon jawaban, berbagai pintu-pintu Allah terbuka seraya memberi kemudahan, mulai dari dipertemukannya aku oleh senior di sekolah yaitu Ka Danis, yang ternyata dia seorang Kepala Divisi HRD di KSEI, divisi yang memang aku ingin pilih. Tidak hanya itu, Allah pertemukan aku dengan para pejuang KSEI yang ternyata memang melekat di lingkunganku. Bagiku ini bukan sebuah kebetulan, melainkan ini sebuah jawaban dari Allah atas doaku.

Sontak terkejut, ketika semua temanku yang berada dalam barisan forum sahabat muslim fakultas menanyakan alasan tekadku berpaling ke KSEI. Yang ada dalam pikiran mereka mengapa aku seorang mas’ulah Salim tidak melangkahkan kakinya ke lembaga dakwah fakultas, mengapa aku berani untuk beralih. Aku hanya bisa menjawab ini adalah pilihan, terkadang kita memang harus menjadi batu bata yang siap mengisi kekosongan ruang untuk memperkokoh sebuah bangunan. Aku hanya bisa berpesan kepada mereka dimanapun kita harus memperjuangkan yang terbaik. Aku tidak marah, aku tidak menyesal, tapi aku bersyukur begitu indah jalan Allah untuk hidupku, selalu mempertemukanku dengan orang-orang hebat.
Jangan tanya apa motivasiku ! motivasiku murni karena jawaban Allah, murni karena niatku, murni karena amanah yang akan ku pikul. Prinsip dalam hidupku, ketika aku harus berkontribusi untuk sebuah organisasi, organisasi itu adalah organisasi yang tidak hanya mengajarkan aku how to be organisatoris, tapi ia harus mampu memberikan aku ilmu.

Inilah KSEI, aku temukan KSEI dibalik sujud panjangku 
Semoga ini awal yang baik, awal untuk aku menorehkan prestasi dimanapun aku berada
Sambut generasi hangat Rabbanimu wahai para pejuang KSEI
Bismillahirrahmanirrohiim, nawaitu lillahi ta’ala

Dan Akhirnya Aku Memilih KSEI ..

Sunday, February 23, 2014

I Remember Your Smile :)

Where there’s a right, there is no wrong. 
I always thought we were so strong
But our time just flew right by
There wasn’t a chance to say
goodbye
I’m so confused, I feel all alone
Deep in my heart I know Allah has
called you home…home
But yet, your smile, still lingers in
my mind
And yet, it’s so hard, I just break
down and cry
I remember your eyes found a way to
melt my heart
Most of all I remember, I remember
your smile
Most of all, I remember, I remember
your smile
Sometimes I lie awake at night
The pain in my heart I just can’t
fight
Why did you have to go away?
Yet I know none of us can stay
You’ll always be, so special to me
In this world you’ll always live as a
memory