Sunday, July 20, 2014

Yuk Nikah ! Aku siap menemanimu menghafal Qur'an :)


Yuk Nikah... Aku siap menemanimu menghafal Qur'an


Ikhwah fillah gimana rasanya kalau ada seseorang yang mengatakan itu kepadamu? waduh pasti melting banget, bisa sport jantung di tempat ( saya juga hehhe..).

Tenang gausah shocked saya yang baru berumur 18 tahun tiba-tiba langsung menghiasi blog dengan kata "nikah". Ini pure judulnya bukan buat sendiri. Jadi gini, hari ini tepat Minggu, 20 Juli 2014 saya baru saja mengikuti kajian Ust. Yusuf Mansyur di Masjid Istiqlal. Nah, temanya yaa itu tuh. Dahsyat kan broooo....!!

Tenang ada yang gak kalah dahsyatnya dari  ini, itu ustad bawa putra-putrinya yang masih bocah-bocah banget, daaaaan mereekaaaaaaaaaaa semua hafal qur'an, mereka lagi proses menuju hafidz/ah cilik. iri hati rasanya. Di sana kita para peserta kajian dipandu untuk berikrar seperti ini

" Bismillahirrahmaanirrahim.. Saya Ajeng Pratiwi umur 18 tahun. Insyaallah 25 tahun yang akan datang umur saya menjadi 43 tahun, kalau saya mulai menghafal Al Qur'an satu hari satu baris maka di 25 tahun yang akan datang saya akan menjadi hafidzah 30 juz di umur 43 tahun"

aamiin allahumma aamiin
kurang lebih begitu ikrarnya, benar-benar terharu. Mulai saat itu juga saya berazam untuk istiqomah menghafal Al Quran agar kelak saya bisa melihat kedua orang tua saya di wisuda langsung oleh Sang Maha Guru, Allah SWT. Aamiin
Ya walaupun sebelumnya saya sudah mulai menghafal, tapi rasanya semakin kuat saja niatnya untuk mengahafal.

lantas apa hubungannya ya dengan menikah??
heem pasti kalian menunggu kan, kepo kan. Jadi hubungannya dengan nikah, kalau saja kita sudah niatkan untuk menjadi hafidz/ah, apapun yang terjadi kita harus tetap menghafal. Nah, untuk mempermudah kita harus memiliki pasangan yang mempunya satu visi dengan kita. Tepat!! Menjadi Penghafal Al-Qur'an. Masih ingatkan janji Allah disurat An-Nur  verse 26?? wuaah kalau urusan jodoh pasti paham kan ayatnya.

Laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik, begitupun sebaliknya. Jadi bang ustad menekankan kalau kita hafidz/ah qur'an insyaallah jodohnya juga sama *eaaa, aamiin. Hayooo siapa yang mau estafet ayat sama imamnya nanti? setelah shalat tahajud, heningnya malam menjadi saksi , malaikat-malaikat melebarkan sayapnya seraya berdoa yang terbaik untuk kita.  Of course it's the sweetest moment ever. 
Apakah cukup dengan berhenti di diri kita saja? tentu tidak. Kita juga harus berusaha untuk mencetak generasi-generasi para penghafal Qur'an, kan kita juga mau di wisuda langsung oleh Sang Maha Guru.

Lakukan saja mengahafal sehari sebaris setidaknya kitas sudah melakukan One Day One Line. Kalau saja ketika dalam perjalanan Allah rindu dengan kita, memanggil kita dalam maut, insyaallah sudah Allah catat niat baik kita, atau siapa sangka Allah ridha memberi gelar hafidz/ah, walapun kita belum hafal 30 juz. Ingat !! :) niat baik kan sudah Allah catat dalam satu kebaikan meski tertunda pelaksanaannya.

Jadi paham kan?
Mari mulai sekarang buat proposal hidup; tujuan, visi & misi, termasuk kriteria calon imam. Tentunya yang punya satu visi ya :)

Sebuah nada membuatku terhanyut dalam keheningan
Tatkala ku bersujud pada Ilahi
Hening... Damai ...
Di atas sajadah yang membentang
Ku lantunkan wahyu Sang Pencipta
Terbata-bata, namun kau dengan sabar mengindahkannya
Membacanya, menyejukkan kalbu
Memahaminya, menenangkan jiwa
Mengamalkannya, limpahan pahala
Sungguh, hati kan rapuh bila meninggalkannya
Al-Qur'an, izinkan aku meminangmu, di keheningan malam



Wednesday, July 16, 2014

Mencintai dalam Hati Ternyata Kesalahan

Namaku Tulip, seorang gadis yang tidak pernah pacaran sama sekali, dan memang berprinsip untuk tidak mau pacaran, tapi langsung menikah saja. Prinsip itu menjadikanku terlihat lebih cuek terhadap pria. Bahkan, aku terkenal kaku untuk bisa berhadapan dengan pria. Hingga terkesan dari luar justru aku ini jutek. Awalnya itu tidak menjadi masalah bagiku, tapi mulai menjadi masalah saat usiaku semakin matang untuk menikah, saat hampir semua teman sebayaku sudah menikah.

Prinsip tidak mau pacaran yang kuanut kukira tadinya sudah cukup. Namun ternyata prinspi itu mengantarkanku untuk terjebak dalam situasi "Cidaha", ya Cinta Dalam Hati. Setiap aku menyukai seorang pria, aku menyimpannya rapat-rapat, bahkan jarang kuceritakan kepada siapapuun. Di depan aku terlihat biasa-biasa saja seperti cuek kepada dia yang kusukai. Namun, di belakangnya aku bisa stalking kegiatan hariannya melalui akun sosmed-nya dari Facebook,blog,Twitter, dan lain-lain.

Sayangnya, ketidakberanianku untuk mengungkapkan perasaan terlebih dahulu membuahkan akibat yang terus berulang. Setiap orang yang ku kagumi secara rahasia, selalu meninggalkanku dan menikah dengan wanita lain. Hal tersebut berulang terjadi sampai beberapa kali. Hingga suatu masa aku merasa ini harus menjadi yang terakhir kalinya aku terjebak dalam virus Cidaha.

Kurang lebih dua tahun aku mengaguminya, kekagumanku kali ini rasanya berlebihan. selain stalking akun sosmed-nya, aku juga sampai membuat catatan harian tentangnya. Catatan digital seperti buku harian di laptopku. Setiap hari aku menulis tentangnya dan tentangku, harapan-harapanku bersamanya, impianku bersamanya dan lainnya. Tanpa ia ketahui. Perasaan itu aku simpan rapi, hanya salah seorang sahabatku yang mengetahuinya.

Hingga suatu hari aku mendengar kabar bahwa dia akan menikah! Kaget bercampur sedih aku rasakan. Kali ini aku putuskan untuk memberanikan diri mengungkapkan persaanku kepadanya. Kemudian ia hanya menanggapi, "Kamu ke mana saja selama ini, saat aku mengharapkanmu, kamu ke mana?"
Ya! salahku sendiri yang terlalu egois di saat sebenarnya sinyal-sinyal cinta darinya mulai aku dapatkan beberapa waktu sebelumnya.

Aku kalut, sakit hatiku sudah memuncak merasakan kegagalan perasaanku lagi. Kuputuskan memberi file catatan harian itu kepadanya. Terserah apa yang mau dipikirkannya, namun aku ingin dia juga tahu perasaanku kepadanya. Meski kuakui dalam hati bahwa saat itu ada harapan bahwa dia akan berpaling kepadaku, takdir sudah berbicara, ini sudah menjadi keputusan Allah. Dia tetap menikah dengan orang lain.

Aku sadar bahwa ada hal yang harus kubereskan, yaitu diriku sendiri. Aku harus berdamai dengan diriku sendiri, yang ternyata belum memaafkan kesalahannya yang terlalu memforsir diri mencinta pada tempat yang tak seharusnya. Sekarang ini biarlah aku mendekat kepada-Nya untuk dipantaskan bertemu dengan ia yang ditakdirkan untukku, dengan cara-cara yang lebih baik. Aamiin

                                                                  *****

Memaafkan kesalahan orang lain terhadap diri kita itu jauh lebih mudah dibandingkan dengan memaafkan kesalahan diri sendiri terhadap diri kita. Terjebak Cidaha, secara tidak langsung ternyata membuat diri kita merasa bersalah. Merasa bersalah bukan terhadap orang lain, tapi pada diri sendiri.
"Kenapa harus merasakan mencintai sebuah kesia-siaan? Kenapa harus rela buang-buang waktu untuk sebuah ketidakjelasan? Kenapa harus mau tersiksa dengan perasaan yang tidak seharusnya?"

Terlebih memohon ampunan kepada-Nya, karena saat terjebak kondisi Cidaha, boleh jadi kita telah menduakan bahkan me-multiple-kan cinta-Nya yang membuat Allah murka. Mari, jadikan setiap penyesalan diri sebagai hikmah yang membawa kita pada kesyukuran.