Wednesday, July 16, 2014

Mencintai dalam Hati Ternyata Kesalahan

Namaku Tulip, seorang gadis yang tidak pernah pacaran sama sekali, dan memang berprinsip untuk tidak mau pacaran, tapi langsung menikah saja. Prinsip itu menjadikanku terlihat lebih cuek terhadap pria. Bahkan, aku terkenal kaku untuk bisa berhadapan dengan pria. Hingga terkesan dari luar justru aku ini jutek. Awalnya itu tidak menjadi masalah bagiku, tapi mulai menjadi masalah saat usiaku semakin matang untuk menikah, saat hampir semua teman sebayaku sudah menikah.

Prinsip tidak mau pacaran yang kuanut kukira tadinya sudah cukup. Namun ternyata prinspi itu mengantarkanku untuk terjebak dalam situasi "Cidaha", ya Cinta Dalam Hati. Setiap aku menyukai seorang pria, aku menyimpannya rapat-rapat, bahkan jarang kuceritakan kepada siapapuun. Di depan aku terlihat biasa-biasa saja seperti cuek kepada dia yang kusukai. Namun, di belakangnya aku bisa stalking kegiatan hariannya melalui akun sosmed-nya dari Facebook,blog,Twitter, dan lain-lain.

Sayangnya, ketidakberanianku untuk mengungkapkan perasaan terlebih dahulu membuahkan akibat yang terus berulang. Setiap orang yang ku kagumi secara rahasia, selalu meninggalkanku dan menikah dengan wanita lain. Hal tersebut berulang terjadi sampai beberapa kali. Hingga suatu masa aku merasa ini harus menjadi yang terakhir kalinya aku terjebak dalam virus Cidaha.

Kurang lebih dua tahun aku mengaguminya, kekagumanku kali ini rasanya berlebihan. selain stalking akun sosmed-nya, aku juga sampai membuat catatan harian tentangnya. Catatan digital seperti buku harian di laptopku. Setiap hari aku menulis tentangnya dan tentangku, harapan-harapanku bersamanya, impianku bersamanya dan lainnya. Tanpa ia ketahui. Perasaan itu aku simpan rapi, hanya salah seorang sahabatku yang mengetahuinya.

Hingga suatu hari aku mendengar kabar bahwa dia akan menikah! Kaget bercampur sedih aku rasakan. Kali ini aku putuskan untuk memberanikan diri mengungkapkan persaanku kepadanya. Kemudian ia hanya menanggapi, "Kamu ke mana saja selama ini, saat aku mengharapkanmu, kamu ke mana?"
Ya! salahku sendiri yang terlalu egois di saat sebenarnya sinyal-sinyal cinta darinya mulai aku dapatkan beberapa waktu sebelumnya.

Aku kalut, sakit hatiku sudah memuncak merasakan kegagalan perasaanku lagi. Kuputuskan memberi file catatan harian itu kepadanya. Terserah apa yang mau dipikirkannya, namun aku ingin dia juga tahu perasaanku kepadanya. Meski kuakui dalam hati bahwa saat itu ada harapan bahwa dia akan berpaling kepadaku, takdir sudah berbicara, ini sudah menjadi keputusan Allah. Dia tetap menikah dengan orang lain.

Aku sadar bahwa ada hal yang harus kubereskan, yaitu diriku sendiri. Aku harus berdamai dengan diriku sendiri, yang ternyata belum memaafkan kesalahannya yang terlalu memforsir diri mencinta pada tempat yang tak seharusnya. Sekarang ini biarlah aku mendekat kepada-Nya untuk dipantaskan bertemu dengan ia yang ditakdirkan untukku, dengan cara-cara yang lebih baik. Aamiin

                                                                  *****

Memaafkan kesalahan orang lain terhadap diri kita itu jauh lebih mudah dibandingkan dengan memaafkan kesalahan diri sendiri terhadap diri kita. Terjebak Cidaha, secara tidak langsung ternyata membuat diri kita merasa bersalah. Merasa bersalah bukan terhadap orang lain, tapi pada diri sendiri.
"Kenapa harus merasakan mencintai sebuah kesia-siaan? Kenapa harus rela buang-buang waktu untuk sebuah ketidakjelasan? Kenapa harus mau tersiksa dengan perasaan yang tidak seharusnya?"

Terlebih memohon ampunan kepada-Nya, karena saat terjebak kondisi Cidaha, boleh jadi kita telah menduakan bahkan me-multiple-kan cinta-Nya yang membuat Allah murka. Mari, jadikan setiap penyesalan diri sebagai hikmah yang membawa kita pada kesyukuran.



No comments:

Post a Comment